Jakarta, CNBC Indonesia – Pemerintah Indonesia akan mulai mengkomersialisasikan pemetaan dasar skala besar dengan perbandingan 1:5000 maupun 1:1000 sebagaimana layanan komersial peta digital yang dikeluarkan Google, yakni Google Maps.
Pemetaan dasar skala besar itu dilakukan oleh Badan Informasi Geospasial atau BIG sejak tahun ini mulai dari Sulawesi, Sumatera, Maluku, Jawa, Nusa Tenggara, maupun Papua. Sementara itu target untuk komersialisasi pada 2026.
“Selesai satu sudah bisa komersialisasi. Saya sangat yakin demand paling banyak untuk kebutuhan di Jawa,” ucap Kepala BIG Muh Aris Marfai dalam acara Pelaksanaan One Map Policy (OMP) Summit 2024 di Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Jakarta, Selasa (2/4/2024).
BIG mengungkapkan sejumlah keunggulan peta tersebut dibanding layanan yang disediakan sektor swasta, seperti Google Maps, di antaranya ialah secara geometrik peta dasar besar ini akan lebih terukur dan lebih tepat.
“Meskipun atribut informasi ya lebih informatif ada di peta sistem yang lain itu karena mereka kan menggunakan partisipan, semua orang bisa nambahin, nama warung lah, cafe, tapi akurasi geometrik di kami,” ucap Aris.
Akurasi peta ini menurutnya bisa diperoleh karena Informasi Geospasial Tematik yang selama ini telah tersedia di berbagai kementerian atau lembaga telah dikompilasi oleh BIG, serta diintegrasikan maupun sinkronisasi. Total informasi geospasial tematik itu berjumlah 151.
“Karena semua berdasarkan official peta yang dikeluarkan pemerintah atau lembaga lain, sehingga data yang kita hasilkan lebih komprehensif dan official,” ungkap Aris.
Meski dari sisi akurasi lebih baik dari layanan pihak swasta, Aris memastikan harganya akan lebih murah. Malahan, untuk layanan infomrasi dasar tidak akan dikenakan tarif alias nol rupiah. Layanan dasar seperti penampakan jalan, jaringan sungai, hingga nama bangunan.
“Tapi untuk fasilitas untuk melakukan analisis lebih seperti navigasi, overlying, zonasi, baru berbayar, jadi konteksnya berbeda, justru ke depan kita akan kolaborasi misal dengan layanan yang sudah eksis oleh private, mereka beli ke kita,” ucap Aris.
Karena biaya layanan akan lebih murah dibanding Google Maps, Aris memastikan bahwa industri jasa yang erat memanfaatkan teknologi peta akan semakin bertumbuh kembang di Indonesia. Misalnya, seperti layanan aplikasi transportasi, wisata atau tourism, makanan, hingga konsultasi tata ruang.
“Itu akan tumbuh karena mereka tidak harus langganan dari private yang itu tadi,” tutur Aris.
Aris mengatakan, bisnis berbasis geospasial itu kini tengah menjadi tren di tingkat global dan sangat menjanjikan perkembangannya di Asia Pasifik. Sebab, bisnis ini menurutnya akan membuat layanan usaha berbasis peta semakin mudah dan murah untuk diakses.
“Masalahnya Indonesia belum di papan atas, di asia yang papan atas itu Singapura, China, Australia, kita masih di urutan 30-an. Saya sangat yakin kalau kita punya skala besar kita enggak perlu beli dari Google, gak perlu beli mahal-mahal karena pemerintah sudah bisa menyediakan,” tutur Aris.
Produksi peta dasar skala besar ini akan mulai dilakukan BIG pada 2024, dan pada 2026 akan mulai dilakukan penggunaan informasi geospasial dasar secara komersial.
Adapun proses pemutakhiran peta dasar skala besar akan dimulai pada 2029, dan BIG sebagai penyedia peta dasar skala besar akan memberikan kontribusi besar dalam pelaksanaan Kebijakan Satu Peta.
“Tahun ini kita baru mau selesaikan seluruh Sulawesi, lalu Sumatera, Maluku, Jawa, Nusa Tenggara, dan papua. Ada 6 lagi yang harus kita selesaikan karena Indonesia luas sekali, luas daratannya 1,9 juta km2,” ungkap Aris.
(arm/mij)