Jakarta, CNBC Indonesia – Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Rahmat Bagja buka suara di Sidang Perselisihan Hasil Pemilu (PHPU) Presiden-Wakil Presiden 2024 yang diselenggarakan di Mahkamah Konstitusi (MK).

Dia menjelaskan alasan lembaganya tidak menganggap pertemuan Presiden Joko Widodo dengan Prabowo Subianto selama masa kampanye sebagai pelanggaran.

“Rasa itu gak bisa diadili,” kata Bagja dalam sidang MK, Rabu, (3/4/2024).

Bagja berbicara dalam sidang PHPU MK dengan agenda mendengarkan saksi dan ahli yang diajukan Bawaslu, serta Komisi Pemilihan Umum (KPU). Sidang ini merupakan lanjutan atas gugatan hasil pemilu yang diajukan kubu Anies Baswedan dan Ganjar Pranowo. Sebelumnya, MK telah menggelar sidang dengan agenda mendengarkan saksi dari kedua kubu.

Dalam sidang hari ini, Bawaslu menghadirkan sejumlah saksi, di antaranya pegawai Bawaslu di tingkat provinsi. Selama sidang, anak buah Bagja mendapatkan pertanyaan bertubi-tubi dari dua kubu Pemohon, Anies maupun Ganjar. Pernyataan yang mengemuka di antaranya, Bawaslu dianggap tebang pilih dalam mengawasi jalannya Pemilu.

Satu-persatu anak buah Bagja memberikan penjelasan. Misalnya tentang jumlah kasus pelanggaran yang ditindak di beberapa daerah. Di akhir persidangan, Bagja turun gunung memberikan pembelaan.

“Tidak benar Bawaslu pilih-pilih,” ujar Bagja.

Bagja menuturkan dari penjelasan pegawainya, dapat disimpulkan Bawaslu sebenarnya tidak pernah mereduksi kewenangannya dengan hanya menindak beberapa jenis pelanggaran saja.

Meski demikian, dia mengakui proses pembuktian pelanggaran pemilu itu tidak mudah. Kesulitan yang dihadapi Bawaslu, kata dia, datang dari sisi teknis maupun materi. Dia mengatakan secara teknis, terdapat perbedaan pemahaman antara institusi yang menangani pelanggaran. Hal itu menimbulkan tantangan dari sisi koordinasi.

Sementara dari sisi materi, pembuktiannya juga tidak gampang. Bagja bercerita kerap mendapat pertanyaan tentang pertemuan antara Jokowi dan Prabowo selama masa Pilpres 2024. Dia menegaskan kalau hanya bertemu saja, maka sangat sulit dianggap sebagai pelanggaran.

“Pertemuan antara Pak presiden dengan Pak Menteri Pertahanan itu masalahnya di mana?” kata Bagja.

Menurut dia, pelapor bisa saja merasa curiga bahwa dalam pertemuan tersebut terjadi kampanye terselubung. Namun, kata dia, kecurigaan saja tidak cukup.

“Kalau hanya ‘Ini rasa-rasanya melakukan kampanye..’ Rasa itu gak bisa diadili dan rasa tidak bisa juga kami buktikan,” kata dia.

Bagja mengatakan menjadi berbeda seandainya Presiden Jokowi masuk ke dalam tim pemenangan atau melakukan kampanye secara terbuka dengan mengajak memilih satu calon. Apabila Presiden melakukan hal tersebut, kata dia, maka Bawaslu dengan mudah bisa bereaksi. “Itu yang kemudian baru bisa ditindak.”

Bagja mengatakan Bawaslu sudah proaktif melakukan pencegahan pelanggaran pemilu yang dilakukan oleh pejabat pemerintah. Dia mengatakan telah mengirimkan surat imbauan kepada Presiden untuk mencegah para menterinya berkampanye menggunakan fasilitas negara. Surat itu, kata dia, juga berisi imbauan agar program pemerintah tidak dijadikan sarana kampanye.

“Kami tetap sampaikan surat imbauan kepada Presiden untuk melakukan pencegahan terhadap menteri-menterinya atau yang terafiliasi dengan partai politik agar tak menggunakan program pemerintah untuk kepentingan peserta pemilu atau parpol,” kata dia.

[Gambas:Video CNBC]



Artikel Selanjutnya


Mahfud: KPK-Bawaslu Selidiki Transaksi Janggal Pemilu 2024!


(haa/haa)




Source link

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *