Jakarta, CNBC Indonesia – Ekspor China pada Maret 2024 mengalami kontraksi tajam, begitupun impor negara tersebut. Data ekspor-impor ini benar-benar di bawah perkiraan pasar dan menandai tugas berat China untuk keluar dari pemulihan ekonomi yang berjalan lambat.
Dikutip dari Reuters, Bea Cukai China mencatat ekspor dari Tiongkok merosot 7,5% secara year on year pada Maret lalu. Penurunan ini merupakan yang terbesar sejak Agustus 2023 dan jauh hasil jajak pendapat Reuters yang memprediksi penurunan hanya terjadi di angka 2,3%.
Kepala ekonom di Jones Lang Lasalle, Bruce Pang mengatakan merosotnya ekspor terjadi karena beberapa sebab. “Selain gangguan dari perubahan nilai tukar, momentum ekspor dan impor yang lebih buruk dari perkiraan pada bulan Maret menunjukkan bahwa stimulus kebijakan yang lebih komprehensif dan tepat sasaran akan diperlukan agar Tiongkok dapat memenuhi target pertumbuhan ambisinya,” kata Bruce dikutip Jumat, (12/4/2024).
“Ini akan menjadi perjalanan panjang bagi perdagangan luar negeri Tiongkok untuk kembali menyediakan energi pertumbuhan bagi negara tersebut,” katanya melanjutkan.
Para eksportir China diketahui mengalami masa sulit hampir sepanjang tahun lalu karena lemahnya permintaan luar negeri dan kebijakan moneter global yang ketat. Ketika Federal Reserve dan negara-negara maju lainnya tidak segera menurunkan suku bunga, produsen China diprediksi akan mengalami tantangan lebih lanjut ketika mereka mencoba meningkatkan penjualan barang di luar negeri.
Survei China Beige Book menunjukan perbaikan kondisi bisnis baru-baru ini, termasuk pendapatan perusahaan, laba, dan belanja modal yang lebih baik.”Lebih mencerminkan kembalinya keadaan menjadi biasa-biasa saja dari yang tadinya benar-benar miskin,” kata survei tersebut.
Para analis memperingatkan kekhawatiran negara-negara Barat atas kelebihan kapasitas yang dimiliki Tiongkok di beberapa industri dapat menimbulkan lebih banyak hambatan perdagangan bagi pusat manufaktur dunia tersebut.
Meskipun ekspor secara keseluruhan melemah pada bulan lalu, pengiriman baja berada pada tingkat tertinggi sejak Juli 2016.
Impor untuk bulan Maret juga turun 1,9% (yoy) dari pertumbuhan 3,5% pada dua bulan pertama 2024. Angka tersebut meleset dari perkiraan kenaikan 1,4%. Padahal pada kuartal pertama, impor masih naik 1,5% (yoy).
Angka impor mengindikasikan kondisi permintaan domestik yang lesu. Data inflasi China juga menunjukan inflasi konsumen telah lebih rendah dari perkiraan pada bulan lalu. Impor kedelai pada bulan Maret misalnya turun ke level terendah dalam empat tahun sementara impor minyak mentah turun 6%.
Perekonomian Tiongkok mengawali tahun ini dengan relatif solid setelah para pengambil kebijakan meluncurkan langkah-langkah dukungan untuk menghidupkan kembali konsumsi rumah tangga, investasi swasta, dan kepercayaan pasar sejak paruh kedua tahun 2023.
Namun, pertumbuhan perusahaan raksasa China masih belum merata dan para analis memperkirakan pertumbuhan ekonomi global tidak akan terjadi dalam waktu dekat, terutama karena krisis sektor properti yang berkepanjangan.
Lembaga pemeringkat Fitch memangkas prospek peringkat kredit negara Tiongkok menjadi negatif dengan alasan adanya risiko terhadap keuangan publik karena perekonomian menghadapi meningkatnya ketidakpastian dalam peralihan ke model pertumbuhan baru.
(dpu/dpu)